Sampah sudah diakui sebagai salah satu problem kota-kota besar seperti Surabaya. Sampah basah adalah salah satunya. Perlu diketahui, sampah basah atau sampah organik adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur, dll. Sampah jenis ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami.
Setiap individu di kota menghasilkan sampah 0,50-0,65 kg per orang per hari, dengan kepadatan 200 kg/m3 (Mubiar Purwasasmita, Pikiran Rakyat tanggal 2 April 2005).
Sampah basah dapat menimbulkan polusi. Terutama polusi udara. Sampah basah dapat menimbulkan ambu gak enak yang bisa mengganggu. Terkadang sampah basah mengeluarkan cairan yang dapat mengotori lingkungan di sekitar sampah. Selain itu, tumpukan sampah basah dapat menimbulkan tanah longsor yang berbahaya terutama pada musim hujan.
Ada banyak jumlah sampah basah di Surabaya, ini terbukti dari menumpuknya sampah basah di TPS-TPS (Tempat Pembuangan Sampah) di Surabaya. Namun, seringkali orang mengolah sampah basah dengan cara yang kurang baik, seperti membakarnya. Karena jika sampah basah diolah dengan cara dibakar, maka akan menimbulkan polusi yang memang sudah banyak terdapat di Surabaya. Padahal, sampah basah merupakan jenis sampah yang mudah didaur ulang. Salah satu caranya adalah dengan mengolahnya menjadi pupuk organik. Kita bisa mengambil banyak sekali manfaat, diantaranya adalah :
1. Mengurangi jumlah sampah, terutama sampah basah di Surabaya
2. Menyuburkan tanaman-tanaman dengan pupuk organik hasil
pengolahan, sehingga dapat mengurangi polusi serta mengurangi efek
Rumah Kaca dan Pemanasan Global.
3. Menghasilkan barang produksi yang bisa menghasilkan keuntungan
yang cukup banyak, sehingga dapat menambah penghasilan kota.
4. Menghasilkan pupuk yang murah sehingga dapat dimanfaatkan untuk
menanam tanaman.
PENGOLAHAN SAMPAH BASAH MENJADI KOMPOS
Untuk mengubah sampah basah menjadi kompos, sebenarnya bukanlah pekerjaan yang bisa dibilang sulit. Awalnya, sampah basah dimasukkan ke keranjang takakura susun -sebuah kotak plastik seperti krat soft drink. Di dalam keranjang itu sudah ada kompos. Perbandingan antara kompos dengan sampah baru adalah 1:1. Tinggal ditambah sekam, sampah basah tersebut dibiarkan selama dua hari agar terurai.
Setelah dua hari, isi keranjang itu dimasukkan mesin giling khusus. Hasil penggilingan tersebut dikumpulkan dalam sebuah ruang. Nah, di dalam ruang itu, proses komposisasi berlangsung. Tiap dua hari sekali, tumpukan sampah yang telah digiling tersebut digeser. Perjalanan dari hasil gilingan hingga menjadi kompos siap pakai selama 14 hari.
KOMPOS DUA PEKAN DARI WONOREJO
Warga metropolis tampaknya tak mau terpaku pada pakem-pakem "tradisional" pengolahan dan pemilahan sampah. Salah satunya dibuktikan warga Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Tegalsari. Berbagai inovasi dikembangkan kelurahan yang menembus 50 besar Surabaya Green and Clean 2007.
Wihartuti Dwi Rahayu, ketua kader lingkungan, mengembangkan metode baru mengolah sampah basah. Cara itu dia namakan fermentasi dengan bakteri EM4. "Cara ini saya kembangkan dari hasil pelatihan yang diberikan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Memang, cara saya berbeda dengan mereka," kata.
Tuti-panggilan akrab Wihartuti Dwi Rahayu lantas menjelaskan kreasinya itu. Yang pertama disiapkan adalah drum plastik. Sebelum dimasukkan drum, sampah dicincang hingga berukuran sekitar 2 sentimeter. Setelah itu, sampah basah tersebut dicampur cairan fermentasi EM 4, dedak, dan air gula. Menurut Tuti, cara itu lebih efektif dibanding keranjang Takakura. Selain itu, waktunya pun lebih singkat. Tuti bilang, sampah yang diolah dengan keranjang Takakura baru bisa "dipanen" dalam waktu 6 bulan. Namun, dengan metode EM4, kompos sudah jadi dalam waktu 2 minggu. "Kelebihan lain, metode EM4 mampu menoleransi sampah dengan ukuran maksimal 2 sentimeter. Jika di keranjang Takakura, sebelum memasukkan sampah, kita harus menghaluskan dulu sampah basah itu. Harga EM4 pun sangat murah. Rp 21 ribu tiap 1,5 liter," jelasnya.
KESIMPULAN & SARAN
Bisa disimpulkan bahwa pemanfaatan sampah basah menjadi kompos sangat penting untuk menjaga kelestarian alam dan mungkin mengurangi ambu dan mengurangi polusi. Selain itu, tambahan penghasilan untuk penduduk bisa didapatkan.
Sedangkan saran saya untuk seluruh elemen masyarakat dan pemerintah adalah meningkatkan
produksi kompos dari sampah basah untuk mengurangi polusi untuk kedua elemen, mengadakan serta meningkatkan sosialisasi dan penyuluhan tentang pengolahan sampah untuk pemerintah, mengingatkan dan memberitahu warga lain tentang pengolahan sampah serta mengurangi jumlah sampah yang dibuang dengan cara mengolahnya untuk masyarakat.